Tujuan Ekonomi Syariah

SUDUT EKONOMI | Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa, ekonomi syariah adalah refleksi dari al-quran yang berisi norma-norma hukum dan aturan mengenai urusan perkonomian umat manusia yang juga bersumber dari hadis. Sama seperti halnya ekonomi konvensional, ekonomi syariah juga mengenal adanya unsur laba (profit). Hal yang menarik adalah, perbedaan sudut pandang antara kedua sistem tersebut, dimana ekonomi syariah membatasi diri dengan syarat-syarat moral dan sosial guna memenuhi laba tersebut sedangkan ekonomi konvensional tidak memperhatikan aspe-aspek tersebut. 

Maka dari itu, terdapat tiga asas filsafat hukum dalam ekonomi syariah, yaitu:  

  • Semua yang ada di alamsemesta, langit, bumi serta sumber-sumber alam lainnya, bahkan harta kekayaan yang dikuasai oleh manusia adalah milik Allah, karena Dialah yang menciptakannya. Semua ciptaan Allah itu tunduk pada kehendak dan ketentuan-Nya (QS. Thaha ayat 6 dan QS.Al-Maidah ayat 120). Manusia sebagai khalifah berhak mengurus dan memanfaatkan alam semesta itu untuk kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan lingkungannya.
  • Allah menciptakan manusia sebagai khalifah dengan alat perlengkapan yang sempurna, agar ia mampu melaksanakan tugas, hak dan kewajibannya di bumi. Semua mahluk lain terutama flora dan fauna diciptakan Allah untuk manusia,agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup manusia dan kehidupannya (QS. Luqman ayat 20, QS. An-Nahl ayat 20-26,QS. Fatir ayat 37-38, QS. Az-Zumar ayat 21). 
  • Beriman kepada hari kiamat dan hari pengadilan. Keyakinan pada hari kiamat. merupakan asas penting dalam sistem ekonomi Islam, karena dengan keyakinan itu, tingkah laku ekonomi manusia akan dapat terkendali, sebab ia sadar bahwa semua perbuatannya termasuk tindakan ekonominya akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah. Pertanggungjawaban itu tidak hanya mengenai tingkah laku ekonominya saja, tetapi juga mengenai harta kekayaan yang diamanahkan oleh Allah kepada manusia. 

Ketiga asas pokok filsafat hukum ekonomi Islam tersebut melahirkan nilai-nilai dasar yang menjadi sistem hukum ekonomi Islam, di antaranya sebagai berikut: 

Kepemilikan

Sejatinya, manusia memang dilahirkan untuk mengurus dan mengelola segala apa-apa yang ada di bumi. Maka, tidak tertutup kemungkinan bahwa manusia juga ingin memiliki sesuatu guna kelangsungan hidupnya. Namun, pada hakikatnya, pemilik alam semesta beserta isinya hanyalah Allah semata. Islam sebagai sebuah agama penyempurna dari agama-agama sebelumnya juga mengatur kepemilikan umat manusia. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar dan diimplementasikan ke dalam ekonomi syariah. Konsep kepemilikan dalam ekonomi syariah jelas berbeda dengan konsep kepemilikan ekonomi kapitalis maupun sosialis. Hal ini sangat terlihat dari sumber atau dasar pemikiran sistem tersebut. Sistem ekonomi kapitalis dan sosialis bersumber dari perkataan manusia, sedangkan ekonomi syariah bersumber dari perkataan Allah dan Nabi besar Muhammad Saw, yaitu Al-quran dan hadist. 

Menurut bahasa Arab, milk (milik) berarti menguasi sesuatu dan berkuasa untuk melakukan tindakan terhadap hal yang dimilikinya. Kata al milkiyah atau kepemilikan adalah kata benda yang dinisbahkan oleh masdar, yaitu al milku yang mengandung makna pengaruh atau kuasa atas sesuatu yang berhubungan dengannya. Menurut fuqaha (ahli fiqh), kepemilikan adalah hubungan antara manusia dengan hartanya yang telah ditetapkan oleh syariat. Hal itu menjadikan manusia memiliki kewenangan atas barang yang dimiliknya seperti mengurus, menjaga, dan menggunakan barang tersebut sesuai dengan syariat Islam. 

Muhammad Baqir Sadr mengatakan, konsep kepemilikan Islam berbdda dengan konsepkapitalis dan komunis. Konsep komunis hanya mengakui kepemilikan bersama, sedangkan konsep kapitalis hanya menonjolkan peruntukan pribadi saja. Sistem ekonomi Islam melihat akan pentingnya kepemilikan yang berintegrasi pada waktu yang sama, yang disebut dengan kepemilikan muzdawijah, yaitu mengakui adanya kepemilikan pribadi serta kepemilikan bersama dan bernegara. 

Moh. Daud Ali menjelaskan bahwa terdapat tiga hal penting atas konsep kepemilikan dalam sistem hukum ekonomi Islam. Pertama, kepemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber daya ekonomi, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya. Kedua, lamanya kepemilikan atas suatu benda terbatas pada lamanya manusia hidup di dunia, dan apabila ia meninggal dunia, maka harta ygn dimilikinya harus dibagikan kepada ahli warisnya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dalam surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, dan 176. Ketiga, sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau yang menyngkut kehidupan orang banyak harus menjadi milik bersama atau milik negara agar dapat dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. 

Kemaslahatan 

Kebahagian dunia dan akhirat tentu merupakan sebuah tujuan hidup yang ingin diraih oleh setiap umat muslim dalam rangka beribadah kepada Allah swt. apabila setiap umat muslim memegang teguh tujuan mulia tersebut, tentu ia tidak akan berperilaku sesuka hati. Di samping itu, pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keinginan, pada kenyataannya memerlukan banyak hal yang mendukung untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seperti perlunya alat tukar, pasar, produsen, konsumen dan faktor lainnya. itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai mahluk ekonomi. Akan tetapi, tidak semua umat manusia mampu memegang teguh nilai-nilai Islam dalam memenuhi setiap kebutuhannya. Tidak jarang, ada manusia yang tidak memperhatikan nilai-nilai Islam dalam bertransaksi atau bahkan dengan sengaja melakukan kecurangan dan melanggar aturan-aturan yang telah dijunjung tinggi oleh Islam. Hal yang demikian, disebut dengan al-mafsadah yang berarti sesuatu yang kerluar dari garis yang lurus, baik sedikit maupun banyak. 

Islam, sebagai ajaran terakhit yang dirahmati Allah swt. sangatlah memperhatikan aspek-aspek ekonomi, karena Islam memandang bahwa kegiatan berekonomi bukan hanya sekedar memenuhi kebutuhan hidup semata, namun harus memperhatikan kemaslahatan bersama. Maslahah berasal dari bahasa Arab, yaitu salaha-yasluhu. Kata tersebut memang tidak ditemukan di dalam Al-Qur’an, namun kata tersebut dilafalkan dalam bentuk lain sebanyak 108 kali. Maslahah dapat diartikan sebagai perbuatan manusia yang baik dan membawa manfaat bagi dirinya sendiri dan juga orang lain yang ada di sekitarnya. 

Demi kemaslahatan manusia, baik jangka pendek maupun jangka panjang, Allah sebagai syar’i melembagakan hukum-hukum syariah. Menurut ibnu mandzur, maslahah berarti kebaikan dan ia merupakan bentuk kata tunggal dari maslahih.   Maslahah sama artinya dengan manfaah (manfaat), artinya maslahah merupakan kebalikan dari mafsadah (kerusakan). Secara lebih lanjut, al-razi mengartikan manfaaat sebagai sesuatu yang dharuriy (pokok), di mana setiap orang dapat merasakannya dan tidak diperlukan adanya rumusan definisi. 

Banyak hal yang perlu diupayakan demi terwujudnya kemaslahatan. Termasuk mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan bersama. Oleh sebab itu, seluruh syariat Islam ditegakkan atas prinsip umum jalbul-maslahah (mengambil kemaslahatan) dan dar’ul mafasid (menolak kemudharatan). Begitu juga dengan kegiatan ekonomi yang harus diarahkan demi terwujudnya kemaslahatan bersama, meskipun di dalam ekonomi terdapat sebuah prinsip “minim modal, untung masksimal” yang cenderung mengejar keuntungan. 

Keadilan Distribusi

Salah satu konsep ekonomi syariah yang juga merupakan solusi atas permasalahan ekonomi yang terjadi selama ini adalah konsep keadilan distribusi. Hal ini sangat penting bagi sendi-sendi perekonomian dunia, khususnya Indonesia. Dimana orang yang menganut sistem ekonomi kapitalis akan bersifat eegois dan lebih memilih untuk memperkaya dirinya sendiri dibanding memperhatikan tetangga dan lingkungan sekitarnya. M. Anas Zarqa mengemukakan prinsip distribusi ekonomi dalam Islam, diantaranya adalah:

  1. Pemenuhan kebutuhan bagi semua mahluk;
  2. Menimbulkan efek positif bagi orang yang melakukannya;
  3. Menciptakan kebaikan di antara semua orang (kaya dan miskin);
  4. Mengurangi kesenjangan pendapatan; 
  5. Memanfaatkan sumber daya alam dan aset tetap dengan baik; 
  6. Memberikan harapan pada orang lain melalui pemberian. 

Dari pemaparan di atas, dapat dilihat bahwa Ekonomi syariah sangat menjunjung tinggi pemenuhan hidup umat manusia, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Bahkan manfaat yang akan diperoleh bukan hanya dari sisi jasmani saja, tetapi juga memberikan manfaat bagi sisi rohani. M. Syafi’i Antonio lebih lanjut, menegaskan bahwa terdapat dua sistem distribusi utama dalam Islam.  Pertama, sistem distribusi komersial yang berlangsung melalui proses ekonomi. Bertemunya seorang pembeli dengan sang penjual, merupakan salah satu proses terjadinya distribusi secara komersial, dimana orang yang memiliki kelebihan dana dan membutuhkan sesuatu, memberikan dana yang ia miliki kepada sang penjual. Kedua, sistem distribusi yang berdimensi sosial seperti sedekah, infak, zakat dan wakaf. Hal ini merupakan alternatif untuk mendistribusikan pendapatan karena mengingat tidak semua orang dapat terlibat dalam proses distribusi yang pertama. Selain itu, terdapat satu sistem pendistribusian harta yang diatur secara tegas oleh Islam, yaitu warisan.

Ketiga nilai-nilai dasar sistem hukum ekonomi Islam di atas merupakan pangkal dari nilai-nilai instrumentalnya. Nilai instrumental yang dimaksud ada lima, diantaranya yaitu zakat, pelarangan riba dan judi, kerja sama ekonomi, jaminan sosial, dan peran negara. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel