Nilai Tukar di Indonesia
Rabu, 22 Februari 2017
SUDUT EKONOMI | Dari beberapa mekanisme penentuan kurs di atas, Indonesia pernah menerapkan beberapa diantaranya. Berikut ini beberapa kebijakan nilai tukar yang pernah diterapkan di Indonesia:
Tanggal 18 April 1958, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar tetap yaitu Rp11,40 per USD. Tanggal 25 Agustus 1959, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan yang dimaksudkan untuk meringankan beban APBN, memperbaiki posisi neraca pembayaran dan menekan laju inflasi. Isi paket itu terdiri atas devaluasi rupiah, sanering dan penyempurnaan kebijakan devisa serta ketentuan-ketentuan perdagangan internasional. Devaluasi yang dilakukan adalah mengubah nilai tukar rupiah dari Rp11,40 menjadi Rp45,00 per USD.
Turunnya harga karet (komoditas paling besar dari seluruh ekspor Indonesia) di pasar dunia yang pada waktu itu serta naiknya impor beras sejak tahun 1957 yang masih terus berlanjut, mengakibatkan anjloknya cadang devisa pada tahun 1960. Hal tersebut kemudian diatasi antara lain dengan mendorong ekspor secara umum melalui pemberlakuan kurs tambahan bagi penjualan devisa hasil ekspor. Dalam ketentuan ini, setiap penyerahan devisa hasil ekspor, kepada eksportir diberikan tambahan nilai tukar sebesar Rp270,00 per USD dikalikan 95% dari fob. Sementara itu, kepada importir juga diberlakukan nilai tukar yang lebih tinggi lagi sesuai golongan barang, yaitu Rp270,00 untuk golongan I, Rp540,00 untuk golongan II dan Rp810,00 untuk golongan III.
Peraturan tersebut kemudian disempurnakan beberapa kali, terakhir pada tanggal 11 Februari 1966 dengan tambahan nilai tukar baik bagi eksportir maupun importir yang besarnya +4000% (empat ribu persen) dari kurs tetap Rp45,00 per USD. Dapat disimpulkan, nilai tukar tetap sebesar Rp45,00 per USD tersebut dalam pelaksanaannya dilakukan penyesuaian-penyesuaian dengan penerapan multiple exchange rate system.
Dalam Peraturan Pemerintah tanggal 28 Juli 1967, multiple exchange rate system disederhanakan dengan cara mematok nilai tukar rupiah terhadap USD berdasarkan dua nilai tukar dasar, yaitu Sistem Bonus Ekspor dan Devisa Pelengkap (DP). Dalam hal ini, eksportir setiap menjual devisa hasil ekspor memperoleh bonus ekspor dan devisa pelengkap. Bonus ekspor digunakan untuk impor atau pembelian barang yang diprioritaskan, sedangkan DP digunakan untuk segala macam tujuan.
Sistem nilai tukar ganda ini kemudian dicabut pada tanggal 17 April 1971 dan diganti dengan nilai tukar tunggal sebesar Rp378,00 per USD. Nilai tukar dimaksud kemudian didevaluasi menjadi Rp415,00 per USD pada tanggal 23 Agustus 1971.
Selanjutnya, pada tanggal 15 November 1978 didevaluasi lagi menjadi Rp625,00 per USD dan sekaligus mengubah sistem nilai tukar dari sebelumnya hanya dikaitkan dengan USD diganti dengan sekeranjang mata uang mitra dagang utama. Dengan perubahan ini maka nilai tukar rupiah semakin didekatkan pada berbagai pasar sehingga diharapkan dapat lebih mendorong ekspor. Di akhir periode ini, tepatnya 30 Maret 1983 dilakukan devaluasi lagi sehingga menjadi Rp970,00 per USD.
Terkait dengan upaya reformasi, deregulasi, debirokratisasi dan liberalisasi di berbagai bidang, pada tanggal 12 September 1986 pemerintah melakukan devaluasi rupiah lagi sebesar 31%. Devaluasi tersebut merupakan devaluasi yang terakhir kali dilakukan, setelah itu nilai tukar upiah diambangkan secara lebih fleksibel hingga tahun 1994 dengan mekanisme intervensi pasar dalam range tertentu (managed float).
Hingga paruh pertama bulan Juli 1997 nilai tukar rupiah pada level Rp2.350,00-an per USD. Rupiah terus tertekan dan mengakibatkan menipisnya cadangan devisa. Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, Bank Indonesia memutuskan menghapus rentang intervensi sehingga nilai rupiah dibiarkan mengambang bebas mengikuti mekanisme pasar (free float).
Sejak memutuskan menggunakan sistem mengambang bebas pada 14 Agustus 1997 sampai sekarang tidak ada perubahan sistem nilai tukar. Meskipun demikian, berbagai ketentuan diberlakukan bagi pengendalian terhadap kemungkinan terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah. Kebijakan tersebut antara lain berupa pembatasan transaksi dengan non-residen maupun transaksi-transaksi derivatif yang tidak dilandasi kegiatan ekonomi riil (underlying transaction). Pembatasan transaksi dengan non-residen tersebut dengan mengacu kepada pengalaman dimasa krisis yaitu rupiah digunakan untuk spekulasi di pasar negeri (www.bi.go.id).
a. Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Tahun 1958-1966
Tanggal 18 April 1958, Indonesia menerapkan sistem nilai tukar tetap yaitu Rp11,40 per USD. Tanggal 25 Agustus 1959, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan yang dimaksudkan untuk meringankan beban APBN, memperbaiki posisi neraca pembayaran dan menekan laju inflasi. Isi paket itu terdiri atas devaluasi rupiah, sanering dan penyempurnaan kebijakan devisa serta ketentuan-ketentuan perdagangan internasional. Devaluasi yang dilakukan adalah mengubah nilai tukar rupiah dari Rp11,40 menjadi Rp45,00 per USD.Turunnya harga karet (komoditas paling besar dari seluruh ekspor Indonesia) di pasar dunia yang pada waktu itu serta naiknya impor beras sejak tahun 1957 yang masih terus berlanjut, mengakibatkan anjloknya cadang devisa pada tahun 1960. Hal tersebut kemudian diatasi antara lain dengan mendorong ekspor secara umum melalui pemberlakuan kurs tambahan bagi penjualan devisa hasil ekspor. Dalam ketentuan ini, setiap penyerahan devisa hasil ekspor, kepada eksportir diberikan tambahan nilai tukar sebesar Rp270,00 per USD dikalikan 95% dari fob. Sementara itu, kepada importir juga diberlakukan nilai tukar yang lebih tinggi lagi sesuai golongan barang, yaitu Rp270,00 untuk golongan I, Rp540,00 untuk golongan II dan Rp810,00 untuk golongan III.
Peraturan tersebut kemudian disempurnakan beberapa kali, terakhir pada tanggal 11 Februari 1966 dengan tambahan nilai tukar baik bagi eksportir maupun importir yang besarnya +4000% (empat ribu persen) dari kurs tetap Rp45,00 per USD. Dapat disimpulkan, nilai tukar tetap sebesar Rp45,00 per USD tersebut dalam pelaksanaannya dilakukan penyesuaian-penyesuaian dengan penerapan multiple exchange rate system.
b. Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia Tahun 1966-1983
Dalam Peraturan Pemerintah tanggal 28 Juli 1967, multiple exchange rate system disederhanakan dengan cara mematok nilai tukar rupiah terhadap USD berdasarkan dua nilai tukar dasar, yaitu Sistem Bonus Ekspor dan Devisa Pelengkap (DP). Dalam hal ini, eksportir setiap menjual devisa hasil ekspor memperoleh bonus ekspor dan devisa pelengkap. Bonus ekspor digunakan untuk impor atau pembelian barang yang diprioritaskan, sedangkan DP digunakan untuk segala macam tujuan.Sistem nilai tukar ganda ini kemudian dicabut pada tanggal 17 April 1971 dan diganti dengan nilai tukar tunggal sebesar Rp378,00 per USD. Nilai tukar dimaksud kemudian didevaluasi menjadi Rp415,00 per USD pada tanggal 23 Agustus 1971.
Selanjutnya, pada tanggal 15 November 1978 didevaluasi lagi menjadi Rp625,00 per USD dan sekaligus mengubah sistem nilai tukar dari sebelumnya hanya dikaitkan dengan USD diganti dengan sekeranjang mata uang mitra dagang utama. Dengan perubahan ini maka nilai tukar rupiah semakin didekatkan pada berbagai pasar sehingga diharapkan dapat lebih mendorong ekspor. Di akhir periode ini, tepatnya 30 Maret 1983 dilakukan devaluasi lagi sehingga menjadi Rp970,00 per USD.
c. Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia 1983-1997
Terkait dengan upaya reformasi, deregulasi, debirokratisasi dan liberalisasi di berbagai bidang, pada tanggal 12 September 1986 pemerintah melakukan devaluasi rupiah lagi sebesar 31%. Devaluasi tersebut merupakan devaluasi yang terakhir kali dilakukan, setelah itu nilai tukar upiah diambangkan secara lebih fleksibel hingga tahun 1994 dengan mekanisme intervensi pasar dalam range tertentu (managed float).Hingga paruh pertama bulan Juli 1997 nilai tukar rupiah pada level Rp2.350,00-an per USD. Rupiah terus tertekan dan mengakibatkan menipisnya cadangan devisa. Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, Bank Indonesia memutuskan menghapus rentang intervensi sehingga nilai rupiah dibiarkan mengambang bebas mengikuti mekanisme pasar (free float).