Teori Utang Luar Negeri

SUDUT EKONOMI | Meskipun demikian perannan dana bantuan luar negeri dan modal asing terhadap kemajuan, pertumbuan dan pembangunan ekonomi negera berkembang telah lama menjadi perdebatan hangat diantara kelompok-kelompok perdagangan dunia. Sekelompok ekonom pada tahun 1950-an dan 1960-an berpendapat dan meyakini bahwa bantuan luar negeri mempunyai dampak yang positif terhadap pembangunan ekonomi suatu negera tanpa menimbulkan gangguan pada masa sesudahnya bagi negara-negara debitor tersebut. 

Pengalaman keberhasilan pembangunan kembali perekonomian negara-negara Eropa Barat melalui Marshal Plan seperti telah disinggung, menjadi dasar kelompok tersebut menganjurkannya diterapkan dinegara-negara berkembang. Asumsi yang mereka gunakan dalam proses penganjurannya adalah bantuan luar negeri akan menambah sumber sumber produktif tanpa menimbulkan dampak substitusi terhadap hubunga domesti, dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap alokasi dan efisiensi sumber daya terutama tingkat efisiensi dalam penggunaan modal (Sihombing, 2006)

Pengalaman seperti yang diuraikan di atas juga mengilhami teori yang dikembangkan oleh Sir Roy Harrod (Inggris) dan kemudian dikenal dengan teori Harrod-Domar. Teori yang berbicara tentang penggunaan bantuan luar negeri dalam pembiayaan pembangunan selanjutnya dikembangkan oleh beberapa ekonom seperti Hollis Chenery, Alan Strout, dan lain-lain pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Pemikiran mereka seperti yang diungkapkan oleh Chenery dan Carter (1973) dapat dikelompokkan ke dalam empat pemikiran mendasar:
  • Pertama, sumber dana eksternal (modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai suatu dasar yang signifikan untuk memacu kenaikan investasi serta pertumbuhan ekonomi. 
  • untuk menjaga dan mempertahankan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi diperlukan perubahan dan perombakan yang subtansial dalam struktur produksi dan perdagangan. 
  • modal asing dapat berperan penting mobilisasi sumber dana dan transformasi struktural. 
  • kebutuhan akan modal sing akan menjadi menurun setelah perubahan struktural terjadi.


Pemikiran di atas sedemikian kuatnya mempengaruhi proses perencanaan pembangunan di negara-negara sedang berkembang yang semata-mata hanya mengandalkan upaya proses pembangunannya pada sumber-sumber daya domestik. Malahan porsi bantuan luar negeri tidak lagi diperlakukan sebagai faktor pelengkap (complementary factor), tapi telah menjadi sumber utama dalam pembiyaan pembangunan (Basri, 2003:104).

Pertimbangan suatu negara atau perusahaan melakukan pinjaman luar negeri dipengaruhi oleh beberapa hal, yang dapat dikategorikan dalam 2 faktor pendorong masuknya dana ke dalam negeri (push factors) dan faktor internal yang menarik dana masuk (pull factors). Yang merupakan push faktor antara lain adalah:
  1. Perbedaan tingkat suku bunga US (Dollar Amerika Serikat dan negaranegara maju). pada pertengahan tahun 1990-an menyebabkan gap suku bunga dengan negara emerging market semkain besar sehingga mendorong para investor luar negeri mengalihkan investasi mereka dari negara-negara maju ke emerging countries. Tingkat suku bunga US (antara lain 3 month treasury bill) mengalami penurunan drastis dari 9% pada tahun 1989 dan mencapai titik terendah pada tahun 1992- 1994 pada kisaran 2-3 %. Pada akhir tahun 1997 misalnya, suku bunga kredi bank domestik masih berada dalam kisaran rata-rata 15-19 % sedangkan suku bunga pinjaman bank internasional mencapai rata-rata 5%. Dengan perbedaan yang sangat besar ini, meskipun sesudah ditambahkan dengan country risk premium Indonesia yang cukup tinggi dan biaya lindung nilai, meminjam dari bank di luar negeri masih dirasakan menguntungkan perusahaan Indonesia.
  2. Capital market yang terintegrasi, Semakin terintegrasinya capital market dunia memberikan kemudahan apa akses pasar serta keleluasaan untuk memegang dan bertransaksi untuk memegang mata uang asing. Perekonomian tanpa batas, baik melalui perdagangan maupun melalui modus lainnya mendorong pergerakan modal secara lebih leluasa ke berbagai negara. Hal ini didukung pula dengan terbentuknya lembaga-lembaga keuangan internasional seperti WTO, IMF, dan World Bank. Dua hal tersebut mendukung perkembangan terms of trade dan siklus bisnis internasional yang menjadi pemicu mengalirnya modal ke negara-negara emerging markets.
  3. Kelebihan likuiditas di pasar internasional, Kreditur luar negeri yang pada masa itu berada dalam kondisi kelebihan likuiditas memberikan penilaian yang berlebihan terhadap kinerja fundamental perekonomian dan kemampuan mengembalikan pinjaman luar negeri Indonesia. Perilaku yang menunjukkan keyakinan terhadap kemampuan Indonesia tersebut berakibat pada meningkatnya keberanian dalam mengambil resiko yang berdampak meningkatnya jumlah pinjaman luar negeri swasta Indonesia.
  4. Variasi produk financing, Bervariasi produk pembiayaan yang disediakan oleh perbankan dan pasar modal luar negeri mampu menawarkan fasilitas kredit yang lebh menarik. Kuatnya dukungan finansial perbankan di luar negeri memungkinkan mereka memberikan kredit dalam jangka waktu yang lebih panjang. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh kebanyakan bank domestik yang pendek. Dengan struktur jangka waktu sumber dana perbankan domestik yang pendek, maka sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan dana jangka menengah dan panjang dari berbagai perusahaan di dalam negeri.
  5. Keterbatasan kemampuan bank untuk menyediakan kredit berjangka menengah penjang disebabkan oleh masing sangat rendahnya sumber dana perbankan Indonesia yang berjangka panjang. Angka pada akhir 2007 menunjukkan bahwa sebagian besar atau sumber dana perbankan berjangka waktu satu (1) bulan. Hanya 0,6% sumber dana bank yang berjangka waktu antara 1-2 tahun. Dengan struktur pendanaan ini, kemampuan perbankan domestik dalam memberikan kredit dalam jangka panjang menjadi sangat terbatas. Akibatnya, industri perbankan lebih banyak memfokukan penyaluran dananya ke kredit konsumsi dengan jumlah yang relatif kecil.
  6. Persyaratan dan prosedur pinjaman yang mudah, Salah satu hambatan swasta meminjam dari bank domestikadalah persyaratan yang dipandang berbelit-belit. Masalah agunan, misalnya, hingga saat ini masih menjadi syarat utama bagi pengusaha untuk mndapatkan pinjaman bank domestik. Terlalu beratnya persyaratan kredit dari perbankan domestik ini juga disebabkan karena adanya informasi yang asimetris. Kelemahan ini akhirnya direfleksikan pada keengganan perbankan domestik untuk membiayai banyak proyek perusahaan yang sesungguhnya sangat potensial.
  7. Kompentensi dan reputasi bank asing di luar negeri, Bank asing di luar negeri sering dinilai lebih kompeten dan memiliki reputasi yang lebih baik sehingga lebih dipercaya oleh pelaku bisnis Indonesia. Disamping itu, dengan jaringan yang luas internasional dan penguasaan teknologi yang lebih baik, bank-bank internasional dapat memenuhi kebutuhan para debitur lebih yang berorientasi ekspor.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel