Pengertian Marketing Syari’ah

SUDUT EKONOMI | Marketing menurut bahasa yaitu pemasaran. Sedangkan marketing menurut istilah adalah memindahkan barang dan jasa dari pemasok ke konsumen. Termasuk didalamnya adalah perancang dan pembuatan produk, pengembangan, pendistribusian iklan, promosi, serta analisa pasar untuk menentukan pasar yang sesuai.

Menurut pakar marketing Indonesia Hermawan Kartajaya bersama dengan Muhammad Syakir Sula, dalam bukunya mengatakan bahwa marketing syari’ah merupakan suatu proses bisnis yang keseluruahnaya prosesnya menerapkan nilai-nilai islam kejujuran juga keadilan. pemasaran syari’ah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator kepada stakeholdersnya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah (bisnis) dan Islam. Hal ini berarti bahwa dalam marketing syari’ah seluruh proses baik proses penciptaan, penawaran, maupun perubahan value. Tidak boleh ada hal-hal yang pertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi dalam suatu transaksi atau dalam proses suatu bisnis, maka bentuk transaksinya apapun dalam pemasaran dibolehkan.

Pengertian Marketing Syari’ah


Antara akhlaq dan ekonomi memiliki keterkaitan yang tak dapat dipisahkan. Dengan demikian, akhlaq yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Rasulullah SAW tidak hanya diutus untuk menyebar luaskan akhlaq semata. Melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia baik akhlak dalam berucap, maupun dalam tingkah laku. Agama islam mengandung tiga komponen pokok struktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, yaitu : aqidah atau iman, syari’ah dah akhlak.

Ada empat karakteristik marketing syari’ah yang dapat menjadi panduan bagi para marketer sebagai berikut:

  • Teistis (Rabbaniyah)
Hukum yang paling adil, paling selaras dalam bentuk kebaikan, paling dapat mencegah segala kerusakan, paling mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan kebatilan, dan menyebarluaskan kemaslahatan karena merasa cukup akan segala  kesempurnaan dan kebaikanya, dia rela melaksanakanya dari hati yang paling dalam seorang syari’ah marketer menyakini bahwa Allah SWT. Selalu dekat dan mengawasinya ketika dia sedang melaksanakan segala macam bisnis.

Dan Allah akan meminta pertanggung jawaban darinya atas pelaksanaan syari’ah tersebut kelak di hari kiamat. Allah SWT berfirman (surah al-zalzalah ayat 7-8)
(7) Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (8) dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. ( Qs. al-zalzalah: 7-8 )

Marketing syari’ah didalam melakukan proses pejualan (selling), yang serimg menjadi empat seribu satu macam kesemapatan untuk melakukan kecurangan dan penipuan, kehadiran nilai-nilai religius menjadi sangat penting.

Marketing syari’ah harus memiliki value yang lebih tinggi. Ia harus memiliki merek yang lebih baik, karena bisnis syari’ah adalah bisnis kepercayaan, bisnis berkeadilan dan bisnis tidak mengadung tipu muslihat didalamanya. Selain itu tunduk kepada hukum-hukum syari’ah, juga seanantiasa menjauhi segala larangan-larangannya dengan suka rela, pasrah, dan nyaman, didorong oeh bisikan dari dalam, bukan paksaan dari luar.

Pelanggaran perintah dan larangan syari’ah misalnya mengambil uang yang bukan haknya, memberi keterangan palsu, ingkar janji, dan sebagainya, maka ia kan merasa berdosa, kemudian bertaubat dan mensucikan diri dari penyimapangan yang dilakukan. ia akan senantiasa memeliharanya segala aktifitas bisnisnya.

  • Etis (Akhlaqiyah)
Sifat akhlaqiyah ini sebenarnya merupakan turunan dari sifatnya teitis (Rabbiyah) diatas. dengan demikian, Marketing syari’ah adalah konsep pemasaran yang sangat mengedepankan nilai-nilai moral dan etika. tidak peduli apapun agamanya. karena nilai-nilai moral dan etika adalah yang bersifat universal. Muhammad Syafi’i Antonio melukiskan hal ini dengan indah. Ia menyatakan bahwa manusia adalah kholifah dimuka bumi. Islam memandang bumi dengan segala isinya merupakan amanah Allah SWT. Kepada sang kholifah agar diperguruan dengan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan bersama.

Prinsip bersuci dalam islam tidak hanya dalam rangkaian ibadah, tetapi dapat ditemukan juga dalam kehidupan sehari-hari didalam bisinis, berumah tangga, bergaul, bekerja, belajar dan lain-lain. semua tempat itu, diajarkan bersikap suci, menjauhkan diri dari dusta, kezaliman, penipuan, penghianatan, dan bahkan sikap bermuka dua (munafik). Itulah sesunggahnya hakikat pola hidup bersih sebagai seorang syari’ah marketer.

  • Realistis (Al-Waqi’iyyah )
Marketing syari’ah bukanya konsep eksklusif, fanatis, anti-modernitas, dan kaku. pemasaran syari’ah adalah konsep pemasaran fleksibel, sebagaimana keluwesan syari’ah islamiyah yang melandasinya.

Syari’ah marketer bukanlah berarti apa pemasar itu harus penampilan ala bangsa arab dan mengharamkan dasi karena dianggap merupakan simbol masyarakat barat, misalnya. Syari’ah marketer adalah para pemasar profesional dengan penampilan yang bersih, rapi dan bersahaja, apapun model atau gaya berpakaian yang dilakukan dikenakanya. Mereka bekerja dengan profesional dan mengedepankan nilai-nilai religius, kesalehan, aspek moral dan kejujuran dalam segala aktivitas pemasaranya.

Ia tidak kaku, eklusif, tetapi sangat fleksibel dan luwes dalam bersikap dan bergaul. Ia sangat memahami bahwa dalam situasi pergaulan dilingkungan yang sangat heterogen, dengan beragam suku, agama, dan ras ada jaran yang diberikan oleh Allah SWT. Dan contohnya oleh nabi untuk bersikap lebih bersahabat, salah satu, dan simpatik terhadap saudara-saudaranya dari umat lain. Ada jumlah pedoman dalam perilaku bisnis yang dapat diterapkan kepada siapa saja tanpa melihat suku, agama, dan asal usulnya. Allah SWT berfirman (surah al-hujarat ayat 1)
Hai manusia. sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya oaran yang paling mulai diantara kamu disisi Allah SWT ialah orang yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.(Qs. al-hujarat: 1)

Semua ini menunjukkan bahwa sedikitnya beban dan luasnya ruang kelonggaran bukanlah suatu kebetulan, malainkan kehendak Allah agar syari’ah islam senatiasa abadi dan kekal sehingga sesuai bagi setiap zaman, daerah, dan keadaan apapun. Dalam sisi inilah, pemasaran syari’ah berada. Ia bergaul silaturohmi, melakukan transaksi bisnis ditengah-tengah realitas kemunafikan, kecurangan, kebohongan atau penipuan yang sudah biasa terjadi dalam duniabisnis. akan tetapi, pemasaran syari’ah berusaha tegar, istiqomah, dan menjadi cahaya penerang ditengah-tegah kegelapan.

  • Humanistis (Al-Insaniyyah)
Humanistis (Al-Insaniyyah) adalah bahwa syari’ah diciptakan untuk manusia agar derjatnya terangkat. Sifat kemanusianya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewananya dapat terkenkang dengan panduan syari’ah dengan memilki, nilai humanitis ia menjadi manusia yang terkontrol dan seimbang (tawazun), bukan manusia yang serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan sebesar besarnya. Bukan menjadi manusia yang bisa bahagia diatas penderitaan orang lain tau manusianya yang hatinya kering dengan kepedulian sosial.

Syari’at islam humanitis (insaniyah) diciptakan manusia sesuai dengan kapasitasnya tanpa menghiraukan ras, warna, kulit, kebangsaan, dan status hal inilah yang membuat syari’ah memilki sifat universal. 

Syari’at islam bukanlah syari’at bangsa arab, walaupun muhammad yang membawanya adalah orang arab. Syari’at islam adalah memiliki Tuhan bagi seluruh manusia. Dia menurunkan kitab yang berisi syari’at sebagi kitab universal, yaitu al-qur’an sebagaimana firman-nya: (Surah al-maa-idah ayat 7)
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Qs. al-maa-idah:7) .
Diantara dalil-dalil tentang humanitas dan universal syari’at islam adalah prinsip ukhuwah insaniyah (persaudaraan antar umat manusia) islam mengarahkan dasar ikatan persaudaraan antar sesama manusia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel