Pengertian Marketing Syari’ah
Sabtu, 18 Februari 2017
SUDUT EKONOMI | Marketing menurut bahasa yaitu
pemasaran. Sedangkan marketing menurut istilah adalah memindahkan barang dan
jasa dari pemasok ke konsumen. Termasuk didalamnya adalah perancang dan
pembuatan produk, pengembangan, pendistribusian iklan, promosi, serta analisa
pasar untuk menentukan pasar yang sesuai.
Menurut pakar marketing
Indonesia Hermawan Kartajaya bersama dengan Muhammad Syakir Sula, dalam
bukunya mengatakan bahwa marketing syari’ah merupakan suatu proses bisnis yang
keseluruahnaya prosesnya menerapkan nilai-nilai islam kejujuran juga keadilan.
pemasaran syari’ah adalah sebuah disiplin bisnis strategis yang mengarahkan
proses penciptaan, penawaran dan perubahan value dari suatu inisiator
kepada stakeholdersnya, yang dalam keseluruhan prosesnya sesuai dengan
akad dan prinsip-prinsip muamalah (bisnis) dan Islam. Hal ini berarti bahwa
dalam marketing syari’ah seluruh proses baik proses penciptaan,
penawaran, maupun perubahan value. Tidak boleh ada hal-hal yang
pertentangan dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah islami tidak terjadi
dalam suatu transaksi atau dalam proses suatu bisnis, maka bentuk transaksinya
apapun dalam pemasaran dibolehkan.
Antara akhlaq
dan ekonomi memiliki keterkaitan yang tak dapat dipisahkan. Dengan demikian,
akhlaq yang baik berdampak pada terbangunnya muamalah atau kerjasama ekonomi
yang baik. Rasulullah SAW tidak hanya diutus untuk menyebar luaskan akhlaq
semata. Melainkan untuk menyempurnakan akhlak mulia baik akhlak dalam berucap,
maupun dalam tingkah laku. Agama islam mengandung tiga komponen pokok struktur
dan tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, yaitu : aqidah atau iman,
syari’ah dah akhlak.
Ada empat
karakteristik marketing syari’ah yang dapat menjadi panduan bagi para marketer
sebagai berikut:
- Teistis (Rabbaniyah)
Hukum yang
paling adil, paling selaras dalam bentuk kebaikan, paling dapat mencegah segala
kerusakan, paling mampu mewujudkan kebenaran, memusnahkan kebatilan, dan
menyebarluaskan kemaslahatan karena merasa cukup akan segala kesempurnaan dan kebaikanya, dia rela melaksanakanya dari
hati yang paling dalam seorang syari’ah marketer menyakini bahwa Allah SWT.
Selalu dekat dan mengawasinya ketika dia sedang melaksanakan segala macam
bisnis.
Dan Allah akan
meminta pertanggung jawaban darinya atas pelaksanaan syari’ah tersebut kelak di
hari kiamat. Allah SWT berfirman (surah al-zalzalah ayat 7-8)
(7) Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya (8) dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”. ( Qs. al-zalzalah: 7-8 )
Marketing syari’ah didalam melakukan proses pejualan (selling), yang serimg menjadi empat seribu satu macam kesemapatan untuk melakukan kecurangan dan penipuan, kehadiran nilai-nilai religius menjadi sangat penting.
Marketing
syari’ah harus memiliki value yang lebih tinggi. Ia harus memiliki merek
yang lebih baik, karena bisnis syari’ah adalah bisnis kepercayaan, bisnis
berkeadilan dan bisnis tidak mengadung tipu muslihat didalamanya. Selain itu tunduk kepada hukum-hukum syari’ah, juga
seanantiasa menjauhi segala larangan-larangannya dengan suka rela, pasrah, dan
nyaman, didorong oeh bisikan dari dalam, bukan paksaan dari luar.
Pelanggaran
perintah dan larangan syari’ah misalnya mengambil uang yang bukan haknya,
memberi keterangan palsu, ingkar janji, dan sebagainya, maka ia kan merasa
berdosa, kemudian bertaubat dan mensucikan diri dari penyimapangan yang
dilakukan. ia akan senantiasa memeliharanya segala aktifitas bisnisnya.
- Etis (Akhlaqiyah)
Sifat
akhlaqiyah ini sebenarnya merupakan turunan dari sifatnya teitis (Rabbiyah) diatas.
dengan demikian, Marketing syari’ah adalah konsep pemasaran yang sangat
mengedepankan nilai-nilai moral dan etika. tidak peduli apapun agamanya. karena
nilai-nilai moral dan etika adalah yang bersifat universal. Muhammad Syafi’i
Antonio melukiskan hal ini dengan indah. Ia menyatakan bahwa manusia adalah
kholifah dimuka bumi. Islam memandang bumi dengan segala isinya merupakan
amanah Allah SWT. Kepada sang kholifah agar diperguruan dengan sebaik-baiknya bagi
kesejahteraan bersama.
Prinsip
bersuci dalam islam tidak hanya dalam rangkaian ibadah, tetapi dapat ditemukan
juga dalam kehidupan sehari-hari didalam bisinis, berumah tangga, bergaul,
bekerja, belajar dan lain-lain. semua tempat itu, diajarkan bersikap suci,
menjauhkan diri dari dusta, kezaliman, penipuan, penghianatan, dan bahkan sikap
bermuka dua (munafik). Itulah sesunggahnya hakikat pola hidup bersih sebagai
seorang syari’ah marketer.
- Realistis (Al-Waqi’iyyah )
Marketing
syari’ah bukanya konsep eksklusif, fanatis, anti-modernitas, dan kaku.
pemasaran syari’ah adalah konsep pemasaran fleksibel, sebagaimana
keluwesan syari’ah islamiyah yang melandasinya.
Syari’ah
marketer bukanlah berarti apa pemasar itu harus penampilan ala bangsa arab dan
mengharamkan dasi karena dianggap merupakan simbol masyarakat barat, misalnya.
Syari’ah marketer adalah para pemasar profesional dengan penampilan yang
bersih, rapi dan bersahaja, apapun model atau gaya berpakaian yang dilakukan
dikenakanya. Mereka bekerja dengan profesional dan mengedepankan nilai-nilai religius, kesalehan, aspek moral
dan kejujuran dalam segala aktivitas pemasaranya.
Ia tidak kaku,
eklusif, tetapi sangat fleksibel dan luwes dalam bersikap dan bergaul. Ia
sangat memahami bahwa dalam situasi pergaulan dilingkungan yang sangat
heterogen, dengan beragam suku, agama, dan ras ada jaran yang diberikan oleh
Allah SWT. Dan contohnya oleh nabi untuk bersikap lebih bersahabat, salah satu,
dan simpatik terhadap saudara-saudaranya dari umat lain. Ada jumlah pedoman
dalam perilaku bisnis yang dapat diterapkan kepada siapa saja tanpa melihat
suku, agama, dan asal usulnya. Allah SWT berfirman (surah al-hujarat ayat 1)
Hai manusia. sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya oaran yang paling mulai diantara kamu disisi Allah SWT ialah orang yang paling taqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.(Qs. al-hujarat: 1)
Semua ini menunjukkan bahwa sedikitnya beban dan luasnya
ruang kelonggaran bukanlah suatu kebetulan, malainkan kehendak Allah agar
syari’ah islam senatiasa abadi dan kekal sehingga sesuai bagi setiap zaman,
daerah, dan keadaan apapun. Dalam sisi inilah, pemasaran syari’ah berada. Ia
bergaul silaturohmi, melakukan transaksi bisnis ditengah-tengah realitas
kemunafikan, kecurangan, kebohongan atau penipuan yang sudah biasa terjadi
dalam duniabisnis. akan tetapi, pemasaran syari’ah berusaha tegar, istiqomah, dan
menjadi cahaya penerang ditengah-tegah kegelapan.
- Humanistis (Al-Insaniyyah)
Humanistis (Al-Insaniyyah)
adalah bahwa syari’ah diciptakan untuk manusia agar derjatnya terangkat.
Sifat kemanusianya terjaga dan terpelihara, serta sifat-sifat kehewananya dapat
terkenkang dengan panduan syari’ah dengan memilki, nilai humanitis ia menjadi
manusia yang terkontrol dan seimbang (tawazun), bukan manusia yang
serakah, yang menghalalkan segala cara untuk meraih keuntungan sebesar
besarnya. Bukan menjadi manusia yang bisa bahagia diatas penderitaan orang lain
tau manusianya yang hatinya kering dengan kepedulian sosial.
Syari’at islam
humanitis (insaniyah) diciptakan manusia sesuai dengan kapasitasnya
tanpa menghiraukan ras, warna, kulit, kebangsaan, dan status hal inilah yang
membuat syari’ah memilki sifat universal.
Syari’at islam bukanlah syari’at bangsa arab, walaupun
muhammad yang membawanya adalah orang arab. Syari’at islam adalah memiliki
Tuhan bagi seluruh manusia. Dia menurunkan kitab yang berisi syari’at sebagi
kitab universal, yaitu al-qur’an sebagaimana firman-nya: (Surah al-maa-idah
ayat 7)
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (Qs. al-maa-idah:7) .