Pengertian Otoritas Jasa Keuangan
Rabu, 08 Februari 2017
SUDUT EKONOMI | Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 21
Tahun 2011. Lembaga ini didirikan untuk melakukan pengawasan atas industri jasa
keuangan secara terpadu. Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang
Otoritas Jasa Keuangan, dirumuskan bahwa, OJK, adalah lembaga yang independen
dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaaan, dan penyidikan sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang ini.
Otoritas Jasa
Keuangan di Indonesia lahir berdasarkan Undang-undang Nomor. 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan (Undang-Undang OJK) yang disahkan pada tanggal
22 Nopember 2011, sehingga jelas sekarang landasan kerja, tugas pokok dan
fungsi serta kewenangan dan hal-hal lain dari lembaga baru ini diatur oleh
undang -undang tersebut di atas.
Secara historis, ide
pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu
pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Pada awal
pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan RUU tentang Bank Indonesia
yang memberikan independensi kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan
independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank
Indonesia. Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari
Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada
waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999)
bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak
mengawasi bank.
Pembentukan OJK di
Indonesia telah diatur dalam sebuah Undang-Undang Republik Indonesia No. 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang diresmikan pada tanggal 22
November 2011. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa definisi dari OJK
adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas
dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur
dalam Undang-Undang OJK ini.
Otoritas Jasa
Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,
dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, yang diwujudkan
melalui adanya sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa keuangan. OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan
dan lembaga jasa keuangan lainnya, antara lain melakukan pengawasan,
pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap
lembaga jasa keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan, termasuk kewenangan perizinan kepada Lembaga Jasa Keuangan.
Rimawan Pradiptyo
mengatakan bahwa meski secara normatif disebutkan bahwa OJK adalah lembaga
independen, pada beberapa kalangan masih timbul keraguan akan independensi OJK
tersebut. Dalam pelaksanaannya, OJK dipimpin oleh dewan komisioner yang terdiri
dari sembilan orang anggota sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Ayat (1)
Undang-Undang OJK. Komposisi dewan komisioner (DK) yang akan ditempati oleh
mantan pegawai lembaga keuangan tertentu, menjadi dasar adanya keraguan bahwa
OJK akan benar-benar independen.