Pasar Modal Syariah
Sabtu, 18 Februari 2017
SUDUT EKONOMI | Suatu gejala dalam kehidupan
dunia perusahaan sekarang ini adalah bahwa perusahaan tidak lagi berpuas diri
bergerak dalam skala kecil, melainkan dalam skala besar. Untuk itu, perusahaan
tersebut tentunya memerlukan modal.
Dari sini ada beberapa
alternatif pilihan yang dapat diambil oleh perusahaan tersebut sebagai upaya
untuk pemenuhan modal tersebut, yaitu melalui bank, pasar modal, atau lembaga
pembiayaan sebagai sumber perdagangannya. Jika pemilih jatuh pada pasar modal,
perusahaan tersebut akan berhadapan dengan investor di pasar modal. Investor di
pasar modal adalah masyarakat. Dari masyarakat, perusahaan akan memperoleh
tambahan modal yang akan dipakai untuk mengembangkan perusahaan dalam skala
yang lebih besar tersebut.[1]
Pasar modal merupakan pasar
untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan,
baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen
lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun instansi
lain (mislanya pemerintah) dan sarana bagi kegiatan berinvestasi bagi para insvestor.
Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana
kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.[2]
Pasar modal syariah adalah
pasar modal yang dijalankan dengan konsep syariah, dimana setiap perdagangan
surat berharga mentaati ketentuan transaksi sesuai dengan ketentuan syariah.
Pasar modal syariah tidak hanya ada dan berkembang di Indonesia tetapi juga di
negara-negara lain, seperti negara Malaysia. Lembaga yang pertama kali menaruh
perhatian di dalam mengoperasikan portofolionya dengan manajemen portofolio
syariah di pasar syariah adalah Amanah Income fund yang didirikan pada
bulan juni 1986 oleh para anggota The North American Islamic Trust yang
bermarkas di Indiana Amerika Serikat.[3]
Dengan latar belakang mayoritas
penduduk muslim, instrumen investasi di pasar modal juga bergerak memunculkan
produk-produk investasi berbasis syariah, ada saham syariah, obligasi syariah,
serta reksadana syariah. Penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan
transaksi ekonomi pasar modal turut andil dalam pengembangan instrumen
tersebut. Prinsip-prinsip yang harus ditinggalkan itu seperti ribadan
perjudian.
Dari pengertian lain Pasar
modal syariah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama
mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya
telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan yang dimaksud dengan
efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad pengelolaan perusahaan
maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.[4]
Munculnya instrumen syariah di
pasar modal indonesia dipelopori oleh PT Danareksa Asset Management yang
menerbitkan reksadana syariah pada 3 juli 1997. Kemudian 3 juli 2000, PT Danareksa
Investment Management bekerja sama dengan PT Bursa Efek Jakarta (kini Bursa
Efek Indonesia) memunculkan Jakarta Islamic Index (JII) yang bisa dipergunakan
sebagai acuan dalam menilai perkembangan harga saham berbasis syariah. JII yang
merupakan index harga saham berbasis syariah terdiri dari 30 saham emiten yang
dianggap telah memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Meski instrumen pasar modal
syariah telah diperkenalkan sejak 1997, namun secara formal, peluncuran pasar
modal dengan prinsip-prinsip syariah Islam dilakukan pada 14 maret 2003. Pada
kesempatan itu ditandatangani nota kesepahaman atau kerjasama antara Bapepam-LK
dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang
dilanjutkan dengan nota kesepahaman antara DSN-MUI dengan kalangan SRO. Lalu
lahir beberapa fatwa MUI tentang ketentuan operasional pasar modal syarish
hasil kerja sama dengan Bapepam-LK. Diantaranya fatwa No 20/DSN-MUI/IX/2000
tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah. Fatwa no
33/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah dan fatwa No 33/DSN-MUI/IX.2002
tentang obligasi syariah mudharabah.[5]
Pasar modal syariah
dikembangkan dalam rangka mengakomodir kebutuhan umat islam di indonesia yang
ingin melakukan investasi di produk-produk pasar modal yang sesuai dengan
prinsip dasar syariah. Dengan semakin beragamnya sarana dan produk investasi di
Indonesia, diharapkan masyarakat akan memiliki alternatif berinvestasi yang
dianggap sesuai dengan keinginannya, disamping investasi yang selama ini sudah
dikenal dan di sektor perbankan. Adapun fungsi dari keberadaan pasar modal
syariah adalah:
- Memungkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh keuntungan dan resikonya.
- Memungkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan link produksinya.
- Harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional.
- Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin dalam harga saham.
Bentuk ideal dari pasar modal
syariah dapat dicapai dengan islamisasi empat pilar pasar modal, yaitu:
- Emiten (perusahan) dan efek yang diterbitkannya didorong untuk memenuhi kaidah syariah, keadilan, kehati-hatian, dan transparasi.
- Pelaku pasar (investor) harus memiliki pemahaman yang baik tentang ketentuan muamalah, manfaat dan risiko transaksi di pasar modal.
- Infrastruktur informasi bursa efek yang jujur, transparan, dan tepat waktu yang merata di public yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar.
- Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara adil, efisien, efektif, dan ekonomis.[6]
Indeks Syariah atau Jakarta
Islamic Index (JII), menggunakan saham yang memenuhi kriteria investasi dalam
syariat islam. Pengertian JII sendiri adalah Indeks yang dikeluarkan oleh BEJ
dan merupakan subset dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). JII mulai bisa
diakses sejak tanggal 3 juli 2000 (tanggal pertama kali diluncurkan). Tujuan
dibentuknya JII, kata product Management PT Danareksa Invesment
Management, sekurangnya ada dua tujuan. Pertama, sebagai tolak ukur standar
bagi investasi saham secara syariah di pasar modal. Dan kedua, sebagai sarana
untuk meningkatkan investasi di pasar modal secara syariah.
Dengan memikul label syariah
itulah saham-saham dari perusahaan yang produksi untuk jasanya dinilaitidak
sesuai dengan syariah Islam, otomatis dikeluarkan.[7]
Saham-saham yang masuk dalam JII adalah emiten yang yang kegiatannya usahanya
tidak bertentangan dengan syariah islam.
Usaha-usaha berikut dikeluarkan dalam perhitungan JII, antara lain:
Usaha-usaha berikut dikeluarkan dalam perhitungan JII, antara lain:
- Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi.
- Usaha lembaga keuangan yang konvensional (mengandung unsur riba).
- Usaha yang memproduksi, mendistribusikan serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
- Usaha yang memproduksi, mendistribusikan dan atau menyediakan barang-barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.[8]
Syarat sesuai dengan syariah
bukan satu-satunya yang ditetapkan. Masih ada dua pertimbangan lain yang harus
dipenuhi oleh emiten (perusahaan). Pertama, emiten harus berkapitalisasi (Market
Capitalization) yang cukup besar. Itu bisa dilihat dari beberapa harga
persahamnya. Kedua, emiten tersebut juga harus likuid (volume transaksi
tinggi).
Karena syarat tersebut,
meskipun saham rokok HM Sampurna (HMSP) maunpun Gudang Garam (GGRM) memiliki kapitalisasi
antara 17-20 persen dari total kapitalisasi pasar terdaftar di BEJ, harus dikeluarkan.
Meskipun keduanya saham yang sangat likuid, tapi tidak dapat dimasukkan karena
mengikuti fatwa ulama, sesuatu yang memberikan kemudharatan tidak bisa
dimasukkan dalam saham yang sesuai syariah.
Berdasarkan kategori tersebut,
JII dibentuk semula disaring terlebih dahulu usaha emiten yang tidak
bertentangan dengan syariah. Saham yang sudah dipilih itu harus sudah listing
di BEJ minimal tiga bulan. Kecuali saham-saham tersebut masuk dalam 10
besar kapitalisasi pasar. Langkah itu kemudian dilanjutkan dalam memilih 60
saham dengan kapitalisasi pasar tinggi. Baru kemudian dipilih 30 perusahaan
dengan nilai transaksi rata-rata tertinggi harian. Setelah itu barulah
dilakukan evaluasi untul masing-masing emiten setian enam bulan sekali.
Rujukan:
[1] Khaerul Umam, S.IP, M.Ag. Pasar Modal Syariah & Praktik Pasar Modal Syariah –Bandung: Pustaka Setia, 2013. Hal: 33
[1] Khaerul Umam, S.IP, M.Ag. Pasar Modal Syariah & Praktik Pasar Modal Syariah –Bandung: Pustaka Setia, 2013. Hal: 33
[2] Sri nurhayati & wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia- Jakarta: Salemba Empat, 2013. Hal: 352
[3] Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah- Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010. Hal: 46
[4] Soemitra, Andri, Bank & Lembaga Keuangan Syariah- Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2009. Hal: 113
[5] Erry Firmansyah, chief editor: Adi Hidayat, Metamorfosa Bursa Efek-jakarta: Bursa Efek Indonesia. Hal :137-138
[6] Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah- Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010. Hal:46-48
[7] M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah- Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003. Hal: 271-272
[8] Abdul Halim, Analisis Investasi- Jakarta: Salemba Empat, 2005. Hal: 14