Pasar Modal Syariah

SUDUT EKONOMI | Suatu gejala dalam kehidupan dunia perusahaan sekarang ini adalah bahwa perusahaan tidak lagi berpuas diri bergerak dalam skala kecil, melainkan dalam skala besar. Untuk itu, perusahaan tersebut tentunya memerlukan modal.

Dari sini ada beberapa alternatif pilihan yang dapat diambil oleh perusahaan tersebut sebagai upaya untuk pemenuhan modal tersebut, yaitu melalui bank, pasar modal, atau lembaga pembiayaan sebagai sumber perdagangannya. Jika pemilih jatuh pada pasar modal, perusahaan tersebut akan berhadapan dengan investor di pasar modal. Investor di pasar modal adalah masyarakat. Dari masyarakat, perusahaan akan memperoleh tambahan modal yang akan dipakai untuk mengembangkan perusahaan dalam skala yang lebih besar tersebut.[1]

Pasar modal merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif, maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun instansi lain (mislanya pemerintah) dan sarana bagi kegiatan berinvestasi bagi para insvestor. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.[2]

Pasar modal syariah adalah pasar modal yang dijalankan dengan konsep syariah, dimana setiap perdagangan surat berharga mentaati ketentuan transaksi sesuai dengan ketentuan syariah. Pasar modal syariah tidak hanya ada dan berkembang di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain, seperti negara Malaysia. Lembaga yang pertama kali menaruh perhatian di dalam mengoperasikan portofolionya dengan manajemen portofolio syariah di pasar syariah adalah Amanah Income fund yang didirikan pada bulan juni 1986 oleh para anggota The North American Islamic Trust yang bermarkas di Indiana Amerika Serikat.[3]

Dengan latar belakang mayoritas penduduk muslim, instrumen investasi di pasar modal juga bergerak memunculkan produk-produk investasi berbasis syariah, ada saham syariah, obligasi syariah, serta reksadana syariah. Penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi pasar modal turut andil dalam pengembangan instrumen tersebut. Prinsip-prinsip yang harus ditinggalkan itu seperti ribadan perjudian.

Dari pengertian lain Pasar modal syariah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan yang dimaksud dengan efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang akad pengelolaan perusahaan maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah.[4]

Munculnya instrumen syariah di pasar modal indonesia dipelopori oleh PT Danareksa Asset Management yang menerbitkan reksadana syariah pada 3 juli 1997. Kemudian 3 juli 2000, PT Danareksa Investment Management bekerja sama dengan PT Bursa Efek Jakarta (kini Bursa Efek Indonesia) memunculkan Jakarta Islamic Index (JII) yang bisa dipergunakan sebagai acuan dalam menilai perkembangan harga saham berbasis syariah. JII yang merupakan index harga saham berbasis syariah terdiri dari 30 saham emiten yang dianggap telah memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Meski instrumen pasar modal syariah telah diperkenalkan sejak 1997, namun secara formal, peluncuran pasar modal dengan prinsip-prinsip syariah Islam dilakukan pada 14 maret 2003. Pada kesempatan itu ditandatangani nota kesepahaman atau kerjasama antara Bapepam-LK dengan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yang dilanjutkan dengan nota kesepahaman antara DSN-MUI dengan kalangan SRO. Lalu lahir beberapa fatwa MUI tentang ketentuan operasional pasar modal syarish hasil kerja sama dengan Bapepam-LK. Diantaranya fatwa No 20/DSN-MUI/IX/2000 tentang pedoman pelaksanaan investasi untuk reksadana syariah. Fatwa no 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi syariah dan fatwa No 33/DSN-MUI/IX.2002 tentang obligasi syariah mudharabah.[5]

Pasar modal syariah dikembangkan dalam rangka mengakomodir kebutuhan umat islam di indonesia yang ingin melakukan investasi di produk-produk pasar modal yang sesuai dengan prinsip dasar syariah. Dengan semakin beragamnya sarana dan produk investasi di Indonesia, diharapkan masyarakat akan memiliki alternatif berinvestasi yang dianggap sesuai dengan keinginannya, disamping investasi yang selama ini sudah dikenal dan di sektor perbankan. Adapun fungsi dari keberadaan pasar modal syariah adalah:

  • Memungkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan memperoleh keuntungan dan resikonya.
  • Memungkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun dan mengembangkan link produksinya.
  • Harga saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional.
  • Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan bisnis sebagaimana tercermin dalam harga saham.
Bentuk ideal dari pasar modal syariah dapat dicapai dengan islamisasi empat pilar pasar modal, yaitu:

  1. Emiten (perusahan) dan efek yang diterbitkannya didorong untuk memenuhi kaidah syariah, keadilan, kehati-hatian, dan transparasi.
  2. Pelaku pasar (investor) harus memiliki pemahaman yang baik tentang ketentuan muamalah, manfaat dan risiko transaksi di pasar modal.
  3. Infrastruktur informasi bursa efek yang jujur, transparan, dan tepat waktu yang merata di public yang ditunjang oleh mekanisme pasar yang wajar.
  4. Pengawasan dan penegakan hukum oleh otoritas pasar modal dapat diselenggarakan secara adil, efisien, efektif, dan ekonomis.[6]
Indeks Syariah atau Jakarta Islamic Index (JII), menggunakan saham yang memenuhi kriteria investasi dalam syariat islam. Pengertian JII sendiri adalah Indeks yang dikeluarkan oleh BEJ dan merupakan subset dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). JII mulai bisa diakses sejak tanggal 3 juli 2000 (tanggal pertama kali diluncurkan). Tujuan dibentuknya JII, kata product Management PT Danareksa Invesment Management, sekurangnya ada dua tujuan. Pertama, sebagai tolak ukur standar bagi investasi saham secara syariah di pasar modal. Dan kedua, sebagai sarana untuk meningkatkan investasi di pasar modal secara syariah.
Dengan memikul label syariah itulah saham-saham dari perusahaan yang produksi untuk jasanya dinilaitidak sesuai dengan syariah Islam, otomatis dikeluarkan.[7] Saham-saham yang masuk dalam JII adalah emiten yang yang kegiatannya usahanya tidak bertentangan dengan syariah islam. 

Usaha-usaha berikut dikeluarkan dalam perhitungan JII, antara lain:

  • Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi.
  • Usaha lembaga keuangan yang konvensional (mengandung unsur riba).
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusikan serta memperdagangkan makanan dan minuman yang tergolong haram.
  • Usaha yang memproduksi, mendistribusikan dan atau menyediakan barang-barang atau jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.[8]

Syarat sesuai dengan syariah bukan satu-satunya yang ditetapkan. Masih ada dua pertimbangan lain yang harus dipenuhi oleh emiten (perusahaan). Pertama, emiten harus berkapitalisasi (Market Capitalization) yang cukup besar. Itu bisa dilihat dari beberapa harga persahamnya. Kedua, emiten tersebut juga harus likuid (volume transaksi tinggi).

Karena syarat tersebut, meskipun saham rokok HM Sampurna (HMSP) maunpun Gudang Garam (GGRM) memiliki kapitalisasi antara 17-20 persen dari total kapitalisasi pasar terdaftar di BEJ, harus dikeluarkan. Meskipun keduanya saham yang sangat likuid, tapi tidak dapat dimasukkan karena mengikuti fatwa ulama, sesuatu yang memberikan kemudharatan tidak bisa dimasukkan dalam saham yang sesuai syariah.

Berdasarkan kategori tersebut, JII dibentuk semula disaring terlebih dahulu usaha emiten yang tidak bertentangan dengan syariah. Saham yang sudah dipilih itu harus sudah listing di BEJ minimal tiga bulan. Kecuali saham-saham tersebut masuk dalam 10 besar kapitalisasi pasar. Langkah itu kemudian dilanjutkan dalam memilih 60 saham dengan kapitalisasi pasar tinggi. Baru kemudian dipilih 30 perusahaan dengan nilai transaksi rata-rata tertinggi harian. Setelah itu barulah dilakukan evaluasi untul masing-masing emiten setian enam bulan sekali.



Rujukan:
[1] Khaerul Umam, S.IP, M.Ag. Pasar Modal Syariah & Praktik Pasar Modal Syariah –Bandung: Pustaka Setia, 2013. Hal: 33
[2] Sri nurhayati & wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia- Jakarta: Salemba Empat, 2013. Hal: 352
[3] Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah- Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010. Hal: 46
[4] Soemitra, Andri, Bank & Lembaga Keuangan Syariah- Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group, 2009. Hal: 113
[5] Erry Firmansyah, chief editor: Adi Hidayat, Metamorfosa Bursa Efek-jakarta: Bursa Efek Indonesia. Hal :137-138
[6] Indah Yuliana, Investasi Produk Keuangan Syariah- Malang: UIN-MALIKI PRESS, 2010. Hal:46-48
[7] M. Luthfi Hamidi, Jejak-Jejak Ekonomi Syariah- Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003. Hal: 271-272
[8] Abdul Halim, Analisis Investasi- Jakarta: Salemba Empat, 2005. Hal: 14

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel